Sebagian dari asas-asas hukum acara pidana yang dibahas di bawah tercakup dalam asas-asas yang mengatur perlindungan terhadap keluhuran harkat dan martabat manusia yang dibahas di atas. Ini tidaklah mengherankan karena asas-asas perlindungan adalah bagian dari asas asas hukum acara pidana.
Berikut asas-asas hukum acara pidana yang secara universal diterima, tetapi tidak selamanya diterapkan secara konsisten di beberapa negara.
1). Peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan.
2). Praduga tak bersalah.
3). Asas oportunitas.
4). Pemeriksaan pengadilan terbuka untuk umum.
5). Semua orang diperlakukan sama di depan hakim.
6). Peradilan dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan tetap.
7). Tersangka/Terdakwa berhak mendapat bantuan hukum.
8). Asas akusator.
9). Pemeriksaan hakim langsung dan lisan.
Ada juga asas-asas yang berbeda dan khas untuk tiap-tiap hukum acara pidana dan hukum acara perdata. Beberapa di antara asas-asas ini akan dibahas lebih lanjut.
Peradilan yang cepat, sederhana, dan dengan biaya ringan bukan merupakan hal baru. Asas ini lahir bersama KUHAP. Merujuk pada sistem peradilan cepat, banyak ketentuan di dalam KUHAP memakai istilah “segera”.
Asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) disebut dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan dalam penjelasan umum butir 3c KUHAP yang berbunyi: “Setiap orang yang disangka, ditangkap. ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
Ada dua asas yang berkenaan dengan hak penuntutan, yaitu asas legalitas (het legaliteits beginsel) dan asas oportunitas (het opportuniteits beginsel). Dalam asas legalitas, penuntut umum wajib menuntut suatu delik. Ini misalnya dianut di Jerman (Strafprozesordnung Pasal 152 ayat 2). KUHAP menganut asas oportunitas.
A.Z. Abidin Farid menulis tentang asas oportunitas: “Asas hukum yang memberikan wewenang kepada penuntut umum untuk menuntut atau tidak menuntut dengan atau tanpa a syarat seseorang atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan umum.”
Pasal 32C Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang kejaksaan menegaskan dianutnya as oportunitas. Pasal ini berbunyi sebagai berikut: “Jaksa Agung dapat menyampaikan suatu perkara berdasarkan kepentingan umum.”
Asas mengenai Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum dapat dilihat dalam 153 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP yang berbunyi sebagai berikut.
Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka sidang dengan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak. [ayat (3)]
Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3) mengakibatkan batalnya putusan demi hukum. [ayat (4)]
Asas Semua Orang Diperlakukan sama di Depan Hukum dengan tegas tercantum dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) dan KUHAP dalam penjelasan umum butir 3a. Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 5 ayat (1) berbunyi: “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang.” Persatuan Jaksa (Persaja) menggunakan ungkapan dalam bahasa Sanksekertanya: tan hana dharma manrua sebagai mottonya.
Asas Peradilan Dilakukan oleh Hakim karena Jabatannya dan Tetap berarti pengambilan keputusan mengenai salah tidaknya terdakwa dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini, hakim-hakim yang tetap diangkat oleh kepala negara. Ini disebut dalam Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 31. Dalam sistem lain, sistem juri yang menentukan salah tidaknya terdakwa ialah suatu dewan yang mewakili golongan-golongan dalam masyarakat. Mereka umumnya awam tentang ilmu hukum.
Asas Tersangka/Terdakwa berhak Mendapat Bantuan Hukum terlihat dalam Pasal 69 sampai Pasal 74 KUHAP.
1). Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau ditahan.
2). Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.
3). Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.
4). Pembicaraan antara penasihat hukum dengan tersangka tidak didengar oleh penyidik dan penuntut umum, kecuali pada delik yang menyangkut keamanan negara.
5). Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum guna kepentingan pembelaan.
6). Penasihat hukum berhak mengirim dan menerima surat dari tersangka/terdakwa.
Kebebasan memberi dan mendapatkan nasihat hukum menunjukanbahwa KUHAPmenganut Asas Akusator (Accusatoir). Ini berarti perbedaan antara pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang pengadilan pada dasarnya dihilangkan.
HIR masih menganut Asas Inkisator (Inquisitoir). Dalam asas ini, tersangka dipandang sebagai objek pemeriksaan. Asas inkisator didasarkan atas pandangan bahwa pengakuan tersangka merupakan alat bukti terpenting. Dalam pemeriksaan, pemeriksa selalu berusaha mendapatkan pengakuan dari tersangka. Untuk mencapai maksud tersebut, pemeriksa terkadang melakukan tindakan kekerasan atau penganiayaan.
Sesuai dengan hak-hak asasi manusia yang sudah menjadi ketentuan universal, asas inkisitor ini telah ditinggalkan oleh banyak negeri beradab. Selaras dengan itu, berubah pula sistem pembuktian yang alat-alat bukti berupa pengakuan diganti dengan “keterangan terdakwa, begitu pula penambahan alat bukti berupa keterangan ahli.
Asas Pemeriksaan Hakim yang Langsung berbeda dengan acara perdata di mana tergugat dapat diwakili oleh kuasanya. Dalam hukum acara pidana, pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Pemeriksaan hakim juga dilakukan secara lisan, artinya bukan tertulis antara hakim dan terdakwa.